Menjelang Kepergianku
sejak kedatanganku ,
aku selalu menghitung hari-hari dimana aku harus pergi dan mulai merindukanmu
lagi, berharap aku bisa menunda kepergianku. Walaupun mungkin tak selamanya,
tetap saja itu di sebut pergi, hanya saja kemungkinan aku akan kembali suatu
saat nanti.
Berbicara masalah
kepergian, setiap hari aku menandai di kalender berapa lama lagi waktu yang
tersisa untuk dapat tetap berada disini, berharap Tuhan dapat menambambah waktu
agar aku bisa berada disini lebih lama lagi
Kepergian itu tidak
lama lagi, aku membayangkan bagaimana rasanya jauh dari rumah, dari orangtua,
teman-teman yang ada disini, dan KAU .
Menjelang hari
kepergian itu datang, aku selalu berusaha mengetuk pintu hati Tuhan agar
berbaik hati bisa membuatmu meluangkan waktu untukku , sebagai tanda
kepergianku.
Jika di akhir hari dimana hari kepergianku
datang aku harus mengucapkan selamat tinggal, aku lebih baik tidak mengucapkan
apa-apa, karena dengan kalimat itu berarti tidak akan bertemu lagi, jika aku
memiliki pilihan lain, aku lebih memilih untuk mengucapkan “sampai bertemu lagi”
Karena itu terdengar lebih baik untukku.
Jadi, apakah ini
luka yang nyata ??
By : Litha Raeska
Rafius
Komentar