Harapku
Aku termakan
sendiri oleh perasaanku dimana aku pada saat itu aku lebih memilih tidak
memiliki hati daripada harus tersakiti. aku mendapati diriku lagi-lagi
terabaikan. Tak lain tak bukan adalah aku hanya tidak menaruh hati pada
siapa-siapa lagi. Sakit rasanya ketika aku menaruh hati pada seseorang tapi
orang tersebut enggan memilih hatimu tuk di lindungi. Perih yang terasa ketika
orang tersebut lebih memilih mengabaikanmu daripada mempedulikanmu seperti apa
aku padanya.
Pernah terlintas
untuk berhenti memiliki perasan ini, tapi nihil hati ini tak sekuat kehendak
Tuhanku, dan tak akan pernah begitu. Pernah terpikir untuk tidak lagi mau
mendekatinya atau dengan kata lain mulai menjaga jarak darinya, tapi hati ini
masih saja selalu ingin ada di dekatnya meski sakit. Entah ini tulus atau
bodoh, hati ini sendiri tak mampu menerjemaahkan perih yang di peroleh darimu
berupa pengabaian yang pahit. Namun otakku masih berjalan dengan sehatnya yang
mengetahui bahwa ikni adalah “bodoh” tapi siapa yang mampu mengalahkan isi hati
yang sesungguhnya ?
Aku selalu
berharap agar Tuhan mau berbaik hati membukakan pintu hati dia untukku dan
mengirimkannya pada hati ini untuk di dekap sebegitu eratnya hingga tak mampu
terlepas lagi. Tapi setelah aku merasakan pengabaiaan ini yang ku pinta pada
Tuhanku adalah aku ingin berhenti menyayangi dan aku ingin menutup erat hati
ini untuknya.
Walau sejujurnya
yang kuucapkan pada Tuhanku bukanlah doa yang terakhir pada paragraph di atas,
tapi masih saja tentang “kebaikan hati Tuhan agar mau membukakan pintu hati
beliau untukku”
Baiklah ini bodoh, ini majnun, ini Tulus atau
apalah itu, aku sendiri tak mampu lagi mengenalinya. Yang aku tau hanyalah saat
ini aku lebih memilih untuk tidak memiliki hati di bandingkan harus tersakiti
oleh pengabaian yang dia berikan. Dan hal ini akan cukup di ketahui oleh aku
dan Tuhanku yang lebih dahulu tau di bandingkan aku
By : Litha Raeska Rafius
Komentar